pajak pph 23

Tarif Pajak PPh 23 dan Fungsinya Sebagai Pemotongan Pajak Penghasilan

  • InCorp Editorial Team
  • 2 Desember 2024
  • 5 minutes reading time

Apakah Anda tahu bahwa setiap transaksi jasa keuangan tertentu dapat dipotong PPh? Pajak PPh 23 adalah salah satu mekanisme penting dalam sistem perpajakan Indonesia, khususnya bagi wajib pajak dalam negeri dan badan usaha.

Melalui aturan ini, pihak yang menerima penghasilan atas jasa tertentu dikenakan pemotongan PPh 23 . Dengan memahami tarif dan fungsinya, Anda dapat memastikan kewajiban pajak terlaksana dengan tepat sekaligus mengelola keuangan bisnis secara efisien. 

Pelajari lebih lanjut bagaimana pajak PPh 23 diterapkan dan optimalkan pemahaman Anda untuk mendukung kepatuhan pajak. Temukan semua jawabannya dalam artikel ini!

Baca juga: Mengenal PPh Pasal 29: Tarif dan Cara Hitung Pajak Penghasilan

Pengertian PPh Pasal 23 

PPh Pasal 23 adalah jenis pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan tertentu yang diterima oleh wajib pajak dalam negeri. Dasar hukum dari PPh Pasal 23 terdapat dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

Pajak ini berfungsi sebagai mekanisme pemotongan PPh dimana pemberi penghasilan (pemotong pajak) wajib memotong sebagian pendapatan penerima penghasilan. 

PPh Pasal 23 diterapkan pada transaksi yang melibatkan badan usaha atau individu, terutama dalam kegiatan seperti pemberian jasa teknik, manajemen, konstruksi, hingga sewa barang tertentu. Pajak ini membantu mendorong transparansi pajak dan meminimalkan risiko ketidakpatuhan.

Subjek Pajak dan Wajib Pajak PPh Pasal 23

Subjek pajak dan wajib pajak PPh Pasal 23 terdiri dari beberapa kategori, yaitu:

Subjek Pajak:

  • Wajib Pajak Orang Pribadi: Individu yang menerima penghasilan dari badan usaha.
  • Bentuk Usaha Tetap (BUT): Badan usaha yang beroperasi di Indonesia.

Pemotong Pajak:

  • Badan pemerintah.
  • Subjek pajak dalam negeri (individu atau badan).
  • Penyelenggara kegiatan tertentu.
  • Perwakilan perusahaan asing yang memiliki kegiatan usaha di Indonesia.

Dengan pemahaman subjek pajak ini, Anda dapat memastikan bahwa transaksi yang dilakukan sesuai dengan ketentuan perpajakan.

Jenis Objek Pajak yang Ditetapkan Pemerintah

Sebelum membahas lebih jauh, penting untuk memahami bahwa pajak ini dikenakan atas penghasilan dari modal, jasa, hadiah, dan penghargaan yang belum dikenai PPh Pasal 21.

Pihak pemberi penghasilan wajib memotong dan melaporkan PPh Pasal 23 sesuai ketentuan yang berlaku. PPh Pasal 23 mencakup berbagai jenis objek pajak yang perlu diketahui oleh wajib pajak dan pengusaha, termasuk badan usaha atas jasa keuangan.

Untuk membantu Anda memahami lebih jelas, berikut adalah penjelasan terkait pengenaan pajak ini yang relevan dengan kebutuhan pengelolaan keuangan di hunianmu maupun ruang kerja:

  • Pemerintah melalui PMK No. 141/PMK.03/2015 telah menetapkan 63 jenis jasa sebagai objek PPh Pasal 23. Ini mencakup jasa manajemen, konstruksi, dan berbagai jasa keuangan yang berfungsi mendukung kebutuhan usaha.
  • Tarif 15% dikenakan pada penghasilan seperti dividen (kecuali untuk orang pribadi), bunga, royalti, hadiah, dan penghargaan. Objek ini relevan untuk penyedia jasa kepada pihak ketiga yang menawarkan nilai tambah pada bisnis.
  • Tarif 2% berlaku untuk sewa, penghasilan dari penggunaan harta (selain tanah dan bangunan), serta imbalan jasa teknik, manajemen, dan konsultan. Hal ini mencakup elemen dekoratif seperti furnitur untuk ruang keluarga yang mungkin disewa untuk acara tertentu.
  • Pajak tidak dikenakan pada penghasilan dari bank, sewa guna usaha dengan hak opsi, dividen tertentu, dan lainnya yang diatur oleh direktorat jenderal pajak. Ini memberikan fleksibilitas praktis dalam pengelolaan aset.

Wajib pajak yang tidak memiliki NPWP akan dikenakan PPH 100% lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan pentingnya menjaga privasi data dalam pelaporan pajak serta mematuhi aturan untuk mendukung transparansi.

Tarif PPh 23 Berdasarkan Jenis Penghasilan

Tarif PPh Pasal 23 dibedakan berdasarkan jenis penghasilan yang diterima:

Tarif 15%, dikenakan pada:

  • Dividen.
  • Bunga.
  • Royalti.

Hadiah dan penghargaan (selain yang telah dipotong PPh Pasal 21).

Tarif 2%, dikenakan pada:

  • Sewa dan penghasilan lain terkait penggunaan harta (selain sewa tanah dan bangunan).
  • Imbalan jasa teknik, manajemen, konsultan, serta penyedia jasa aplikasi.

Berikut ini contoh perhitungannya: 

  • Penghasilan Jasa Konsultan: Jika PT Sejahtera menyewa jasa konsultan dengan nilai Rp20.000.000, maka:
    • PPh yang dipotong: 2% × Rp20.000.000 = Rp400.000.
  • Penghasilan Dividen: Jika dividen sebesar Rp3.000.000.000 dibagikan kepada pemegang saham:
    • PPh yang dipotong: 15% × Rp3.000.000.000 = Rp450.000.000.

Dengan memahami tarif ini, Anda dapat menghindari kesalahan penghitungan dan memastikan pemotongan pajak dilakukan dengan benar.

Baca juga: Panduan Lengkap PPh Pasal 21: Tarif Terbaru, Perhitungan, dan Pemotongan

Bukti Potong PPh 23 dan Cara Pelaporannya

Setelah pajak PPh Pasal 23 dipotong, langkah berikutnya adalah memastikan pelaporan dilakukan dengan benar. Bukti potong menjadi elemen penting dalam proses ini karena berfungsi sebagai dokumen resmi untuk membuktikan bahwa kewajiban pajak telah dipenuhi.

Berikut penjelasan mengenai bukti potong dan tata cara pelaporannya.

Bukti Potong PPh Pasal 23

Bukti potong adalah dokumen resmi yang disiapkan oleh pemotong pajak sebagai bukti bahwa pemotongan PPh Pasal 23 telah dilakukan. Dokumen ini wajib diberikan kepada penerima penghasilan dan menjadi dasar dalam pelaporan pajak.

Langkah-Langkah Pelaporan PPh Pasal 23

Agar pelaporan PPh Pasal 23 tepat waktu, ikuti langkah berikut:

  1. Persiapkan dokumen: Siapkan bukti potong pajak dan data transaksi.
  2. Buat ID Billing: Lakukan melalui aplikasi pajak daring, seperti DJP Online.
  3. Isi SPT PPh Pasal 23/26: Pastikan data sesuai dan lengkap.
  4. Lapor sebelum batas waktu: Pelaporan dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.

Melalui proses ini, wajib pajak dapat mematuhi aturan perpajakan dan menghindari sanksi administratif.

Waktu Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 23 dan Konsekuensinya 

Pembayaran pajak penghasilan pasal 23 wajib dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah pemotongan dilakukan.

Keterlambatan pembayaran PPh 23 dapat mengakibatkan sanksi, seperti:

  • Denda administrasi.
  • Bunga keterlambatan yang dihitung berdasarkan ketentuan perpajakan.

Untuk menghindari konsekuensi tersebut, pastikan pembayaran dilakukan tepat waktu dan sesuai prosedur yang berlaku.

Dapatkan Layanan Terbaik dari InCorp untuk Tangani Pajak Penghasilan Anda

Menangani kewajiban pajak penghasilan seperti PPh Pasal 23 membutuhkan pemahaman yang mendalam terhadap aturan. Proses ini bisa menjadi tantangan, terutama bagi badan usaha atau individu.

Dengan pengalaman dalam membantu perusahaan dari berbagai industri, InCorp Indonesia adalah mitra tepercaya yang siap membantu Anda mengelola pajak, akuntansi, hingga perizinan kerja dan visa secara profesional.Percayakan kebutuhan pajak dan administrasi bisnis Anda kepada kami. Kunjungi InCorp Indonesia hari ini dan dapatkan layanan terbaik untuk mendukung pertumbuhan bisnis Anda!

Daris Salam

COO Indonesia at InCorp Indonesia

With more than 10 years of expertise in accounting and finance, Daris Salam dedicates his knowledge to consistently improving the performance of InCorp Indonesia and maintaining clients and partnerships.

Are you ready to make your
mark in Indonesia?

Get in touch with us.

Lead Form